ABSTRAKSI
OLEH: LALU HAIDIR ALI
Homoseksualitas adalah rasa ketertarikan romantis dan/atau seksual atau perilaku antara individu berjenis kelamin atau gender yang sama. Sebagai orientasi seksual, homoseksualitas mengacu kepada “pola berkelanjutan atau disposisi untuk pengalaman seksual, kasih sayang, atau ketertarikan romantis” terutama atau secara eksklusif pada orang dari jenis kelamin sama.
Pada dasarnya islam telah mengatur pergaulan sesama manusia. Manusia adalah mahluk sosial yang diciptakan oleh Allah SWT, sebagai khalifah untuk mengatur bumi ini. Allah telah menciptakan dua jenis manusia, yaitu laki-laki dan perempuan. Disebutkan dalam Qur’an surat Al-Hujurat ayat 13 yang artinya : “wahai manusia, kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya saling mengenal. Sesungguhnya Allah maha mengetahui dan maha mengenal.
Manusia sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan, maka pergaulan merupakan suatu fitrah bagi manusia. Namun seiring dengan kemajuan zaman, Banyak manusia terjebak dalam pergaulan yang menyimpang, melanggar norma asusila dan hukum. Seperti kasus LGBT yang dewasa ini sering menjadi polemik di berbagai Negara termasuk indonesia. LGBT adalah akronim dari (Lesby, Gay, Biseksual, dan Transgender) yang makna secara umumnya adalah hubungan seks dari jenis kelamin yang sama.
Perbuatan LGBT sudah jelas-jelas menyimpang dari sunnatullah dan batas-batas yang sudah ditentukan oleh syari’at islam, serta membawa manusia kembali kepada zaman jahiliah, yaitu kaum Nabi luth. Selain itu LGBT juga berpotensi akan merusak kelestarian manusia. sebab untuk menjaga manusia dari kepunahan, maka dilakukan dengan suatu perkawinan antara laki-laki dan perempuan sehingga bisa mendapatkan keturunan. Sedangkan perkawinan kaum LGBT atau sesama jenis untuk mendapat keturunan adalah sebuah mimpi, serta bertentangan dengan tujuan dari perkawinan yakni, menghasilkan keturunan. Dalam hadits Nabi disebutkan bahwa; “nikahilah wanita-wanita yang bersifat penyayang dan subur (banyak anak), karena aku akan berbangga-bangga dengan jumlah kalian dihadapan umat-umat lainya kelak pada hari kiamat.” (Riwayat Ahmad, Ibnu Hibban, At Thabrani dan dishahihkan oleh Albany)
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut wikipidia,[1] Homoseksualitas adalah rasa ketertarikan romantis dan/atau seksual atau perilaku antara individu berjenis kelamin atau gender yang sama. Sebagai orientasi seksual, homoseksualitas mengacu kepada “pola berkelanjutan atau disposisi untuk pengalaman seksual, kasih sayang, atau ketertarikan romantis” terutama atau secara eksklusif pada orang dari jenis kelamin sama.
LGBT (Lesby, Gay, Biseksual, dan Transgender) tentu sangat bertentangan dengan unsur etika, fitrah manusia, agama, dan dunia, bahkan merusak kesehatan jiwa.[2] Homoseks ini akan membawa pengaruh yang negatif terhadap kesehatan jiwa dan akhlak serta melanggar norma masyarakat. Maksud dari norma masyarakat disini adalah suatu ukuran yang harus dipatuhi oleh seseorang dalam hubungannya dengan sesamanya ataupun dengan lingkungannya.[3] Pengaruh-pengaruh negatif tersebut antara lain terjadinya kegoncangan jiwa, depresi mental, pengaruh terhadap akhlak sangat berbahaya karena tidak dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, dan akan menimbulkan suatu sindrom atau himpunan-himpunan gejala-gejala penyakit mental yang disebut herastenia[4]
Dengan demikian islam sangat melarang homsex. Sebab Allah menjadikan manusia terdiri dari pria dan wanita adalah agar berpasang-pasangan sebagai suami istri untuk mendapatkan keturunan yang sah, dan untuk memperoleh ketenangan dan kasih sayang. Sebagaimana firman Allah Swt. Dalam surat Al-Nahl ayat 72:
“Allah menjadikan kamu bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka mengapa mereka beriman kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah.”
Ayat tersebut menjelaskan nikmat pernikahan dan anugerah keturunan. Betapa tidak, setiap manusia memiliki dorongan seksual yang sejak kecil menjadi naluri manusia, dan ketika dewasa menjadi naluri yang sangat dibendung. Karena itu manusia mendambakan pasangan, karena itu pula keberpasangan antara laki-laki dan perempuan merupakan fitrah manusia, bahkan fitrah makhluk hidup, atau bahkan semua makhluk.[5]
Tujuan dan Manfaat
Penulisan ini memiliki tujuan untuk:
- Memberikan informasi kepada publik tentang dampak buruk dari LGBT (Lesby, Gay, Biseksual, dan Transgender).
- Mengetahui hukum LGBT (Lesby, Gay, Biseksual, dan Transgender) ditinjau dari perspektif hukum islam.
- Memaparkan bahwa LGBT (Lesby, Gay, Biseksual, dan Transgender) bertentangan dengan tujuan perkawinan, yakni untuk menghasilakan keturunan. Bukan pelampiasan nafsu syahwat semata.
Adapun manfaat yang dapat dicapai dari penulisan ini adalah:
- Masyarakat
Memberikan pencerahan kepada masyarakat umum tentang akibat-akibat buruk dari LGBT (Lesby, Gay, Biseksual, dan Transgender).
- Akademisi
Memberikan sumbangan hasil gagasan tertulis tentang LGBT (Lesby, Gay, Biseksual, dan Transgender) dalam perspektif hukum islam, dan menambah khazanah keilmuan, serta menjadi rujukan bagi pengamat hukum.
GAGASAN
Kondisi Kekinian Pencetus Gagasan
Dalam pergaulan, syari’at sudah memberikan batas-batas yang sedemikian rupa. Termasuk dalam hal perkawinan dan lawan seks, yaitu antara laki-laki dan perempuan. Akan tetapi pada Tanggal 26 Juni 2015, mungkin menjadi hari yang bersejarah buat kaum LGBT (lesbian, gay, biseksual dan transgender), pasalnya pada hari itu, putusan Mahkamah Agung Amerika Serikat (AS) melegalkan pernikahan sejenis. Putusan tersebut, diyakini dapat mempengaruhi keputusan banyak negara untuk ikut membuat keputusan serupa. Walaupun sebelumnya, Seperti yang kita tahu, sebelum Amerika membuat keputusan yang menggemparkan warga dunia, sebenarnya keputusan melegalkan pernikahan sejenis sudah ada sejak 2001 dengan negara Belanda yang menjadi negara pelopor pelegalan pernikahan sejenis.[6] Ini tentu bertentangan dengan syari’at islam.
Solusi Terdahulu
Dalam perspektif sejarah, perbuatan homoseksual pernah terjadi yaitu pada zaman Nabi luth as. Sebagai kaum yang terkenal memiliki sifat-sifat homoseksual, mereka tidak mau mengawini perempuan, kecuali sangat gemar melakukan hubungan sex dengan sesama jenis. Karena itu, Nabi luth as. Mengecam mereka setelah menegaskan ketulusan dan kebebasan motivasinya dari segala kepentingan duniawi.[7] Sesuai firman Allah Dalam Qur’an surat As-syu’ara : 165-166.
“mengapa kamu mendatangi jenis laki-laki di antara manusia, dan kamu tinggalkan isteri-isteri yang dijadikan oleh tuhanmu untukmu, akan tetapi kamu adalah orang-orang yang melampui batas.
Lebih lanjut Qurais Shihab menafsirkan Q.S Al-A’raf Ayat :80. “mengapa kamu mengerjakan perbuatan fahisyah itu, yang belum pernah dilakukan oleh orang-orang sebelum kamu?” Qurais Shihab antara lain mengatakan bahwa: homoseks merupakan perbuatan yang sangat buruk sehingga ia dinamai fahisyah. Ini antara lain dapat dibuktikan bahwa ia tidak dapat dibenarkan dalam keadaan apapun. Hubungan seks yang merupakan fitrah manusia hanya dibenarkan terhadap lawan jenis. Pria bernafsu terhadap wanita, demikian sebaliknya.[8] Islam dengan tegas menentang segala cara dalam merealisasikan hasrat seksual, yang mana semata-mata dianggap tak wajar dan sebab bertentangan dengan keselarasan seks, mereka melanggar keselarasan hidup, mereka menjerumuskan manusia dalam kerancauan, mereka melanggar tujuan pembuatan dari alam semesta.[9]
Seberapa Jauh Kondisi Kekinian Pencetus Gagasan Dapat Diperbaiki
Memang kerusakan moral dalam kasus homoseksual yang terjadi pada masyarakat dewasa ini, khususnya kaum LGBT sudah kian merajalela, sehingga sudah tidak menjadi hal yang aneh. Ia bukan lagi sesuatu yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi karena malu melakukannya, tetapi terangan-terangan. Boleh jadi karena sudah terbiasa atau paling tidak karena dinilai normal. Seperti halnya kaum Nabi Luth as. Memang, seseorang yang telah terbiasa dengan keburukan dan menganggapnya Normal seringkali menilai kebaikan sebagai sesuatu yang buruk, bukan saja karena jiwa mereka telah terbiasa dengan keburukan sehinnga enggan mendekati kebaikan dan menilainya buruk, tetapi juga karena sesuatu yang telah terbiasa dilakukan, maka pada akhirnya dianggap normal dan baik. Qurais shihab dalam tafsirnya[10] dengan mengutip pendapat Al-ja’iz dalam (Rasa’il al-jahizh / risalat al-Ma’asyi wa al-ma’ad, jilid 1, hal 102) mengatakan: Apabila sesuatu yang makruf tidak lagi sering dilakukan, maka ia dapat dianggap munkar. Sebaliknya, apabila sesuatu yang munkar sudah sering dilakukan maka ia dapat dianggap makruf.
Dengan demikian, dari sini dibutuhkan perlunya melakukan amar makruf nahi munkar secara terus menerus dan tanpa bosan. Karena apabila terjadi apa yang dilukiskan di atas dapat di minimalisir dan dapat mencegah luasnya hal tersebut.
Kemudian dari aspek hukum (islam) pemerintah harus secara tegas memberikan sanksi kepada pelaku seks bebas, termasuk LGBT. Dunia telah mengakui bahwa kebobrokan moral bangsa (terutama dikalangan generasi muda) antara lain karena tidak jelasnya atau tidak adanya sanksi terhadap hubungan seks di luar nikah. Demikian juga akhir-akhir ini diungkapkan bahwa penularan penyakit yang paling berbahaya (AID) adalah melalui hubungan seks bebas (di luar nikah). Terbuktilah di sini betapa luhur konsep agama (islam) tentang hukum dan moral.[11]
Pihak-Pihak yang Terkait
Untuk mengimplementasikan pencegahan meluasnya kasus LGBT, maka diperlukan pihak-pihak yang terkait, diantaranya:
- Pemerintah
Jiwa seorang pemimpin yang adil dan beriman adalah meyakini bahwa hukum-hukum syari’ah yang bersifat ketuhanan ini adalah paling adil, sempurna, selaras dengan segala bentuk kebaikan, dan menyebarluaskan kemaslahatan. Karena hukum islam tidak hanya mengatur kelompok manusia dengan kelompok manusia yang lain, akan tetapi mengatur setiap individu dalam semua aspek kehidupan. Maka pemerintah harus mengedepankan masalah akhlak (moral) kepada masyarakat dalam seluruh aspek kegiatannya, karena nilai moral dan etika adalah nilai yang bersifat universal yang diajarkan oleh semua agama.
- Masyarakat
Setiap orang harus terlibat dalam pencegahan kasus LGBT ini. Masyarakat dan kaum muslim secara umum. Karna ini bukan masalah individu, akan tetapi sudah menjadi masalah umat dan dunia.
- Akademisi
Para intelektual muslim harus memberikan pengarahan yang sesuai dengan prinsip-prinsip hukum islam terhadap masyarakat yang belum sama sekali mengetahui secara keseluruhan mengenai hukum dan dampak-dampak buruk dari LGBT.
Langkah-Langkah Strategis Implementasi
Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan agar perbaikan dapat dicapai antara lain
Konsep hukum islam: |
|
|
|
- Kesadaran hukum
Kesadaran hukum adalah kesadaran diri sendiri tanpa tekanan, paksaan, atau perintah dari luar untuk tunduk pada hukum atau norma-norma yang berlaku. menanamkan kesadaran hukum pada masyarakat wajib dilakukan semua pihak. Kesadaran hukum sejatinya adalah bagaimana hak dan kewajiban setiap individu untuk taat dan patuh pada hukum. hak untuk hidup nyaman dalam bermasyarakat dan berkewajiban pula menjaga dan tidak merusak tatanan sosial. tentu tidak terlepas dengan nilai taqwa seorang hamba, yaitu bukan karna takut hukuman semata melainkan disini lebih menekankan takut berbuat dosa.
- Amr ma’ruf nahi munkar (menyeru kebaikan dan mencegah keburukan).
Perlunya umat muslim melakukan amr ma’ruf nahi munkar dijelaskan dalam (Q.S At-Taubah [9]: 71).
“orang-orang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka adalah wali (penolong) bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh mengerjakan yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat.
Dalam ayat ini Allah melukiskan orang-orang beriman sebagai orang-orang yang menyuruh mengerjakan yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Dapatlah disimpulakan bahwa mereka yang meninggalkan amr ma’ruf nahi munkar tidak termasuk dalam kelompok kaum beriman seperti disebutkan dalam ayat ini.[12] Melaksanakan amr ma’ruf nahi munkar adalah wajib hukumnya, dan bahwa kewajiban itu tidak akan gugur sepanjang ada kemampuan untuk melakukannya.[13]
- Sanksi yang tegas bagi pelaku LGBT
Dalam hal ini, diberlakukan hukum Ta’zir yaitu dengan diserahkan kepada pemerintah untuk memberikan sanksi yang tegas. Karna rusaknya moral generasi muda sebab tidak ada sanksi bagi pelaku seks bebas. Setidaknya hukum bisa sebagai kendali bagi mereka untuk melakukan perbuatan LGBT, sehingga dapat mencegah dari perbuatan tersebut.
Peluang dan Tantangan dalam Implementasi
Sebagian besar dalam kasus seorang homoseksual dipengaruhi oleh lingkungan dan keadaan. Maka dalam hal ini, sangat perlu memperbaiki lingkungan seorang homoseksual dimana ia bergaul. Dengan demikian, diperlukan peran masyarakat dan pemerintah untuk mengatur tatanan sosial yang baik
Agama tidak membenarkan perilaku LGBT. Maka dari itu, memberikan pencerahan kepada kaum LGBT juga merupakan tugas dan tantangan umat muslim. Dalam hal ini yang ikut berperan besar adalah media. Maka harus ada kebijakan untuk melarang tayangan yang mengampanyekan LGBT sangat baik dan efektif. Larangan tersebut sebagai bentuk perlindungan terhadap anak dan remaja yang rentan menduplikasi perilaku menyimpang LGBT.
KESIMPULAN
Gagasan
Pada dasarnya manusia diciptakan berpasang-pasangan, antara laki-laki dan prempuan sebagai suami isteri untuk mendapatkan keturunan yang sah. keselarasan seks dipertimbangkan dengan syarat hubungan yang saling mengisi. cara terbaik merealisasikan keselarasan yang diharapkan adalah untuk lelaki dalam mengasumsikan sifat kelaki-lakiannya dan perempuan dalam mengasumsikan sifat kewanitaannya.
Menurut hukum fiqh jinayah (hukum pidana islam), homoseksual atau hubungan dengan jenis kelamin yang sama atau dalam istilah fiqh yaitu liwath termasuk dosa besar, karena bertentangan dengan norma agama, norma susila, dan bertentangan dengan sunnatullah serta fitrah manusia.
Teknik Implementasi
Dalam proses implementasi program ini, untuk mencegah meluasnya perbuatan LGBT dan menyadarkan masyarakat tentang dampak buruknya. Dibutuhkan suatu teknik yang berlaku untuk jangka panjang dan berkelanjutan (continue). Teknik tersebut bisa dilakukan dengan memberikan saksi yang tegas dan melakukan amr ma’ruf nahi munkar. Tentunya dilakukan dengan tekad yang kuat dan evaluasi terhadap penerapan yang dilakukan. Tentunya teknik tersebut akan berjalan dengan baik jika pihak-pihak terkait seperti pemerintah, aparat negara, dan masyarakat bekerja sama supaya terwujudnya perbaikan dan moral bangsa dapat diperbaiki. Terutama perlunya menjaga dan memelihara norma yang tumbuh berkembang di dalam kehidupan bermasyarakat untuk membatasi seseorang dan generasi pemuda dalam bergaul. Sebab perbuatan LGBT melanggar norma yang ada dalam masyarakat.
Prediksi Hasil
Walaupun tidak sedikit orang setuju tentang LGBT dan bahkan beberapa negara di dunia barat sudah melegalkan pernikahan sejenis, tidak lantas menjadikan bangsa indonesia dan umat muslim yang beriman akan ikut serta setuju dan melegalkan pernikahan sejenis. Bangsa indonesia yang penduduknya mayoritas islam serta masih memegang dengan erat nilai-nilai islam dan memegang erat norma-norma yang berkembang. Tentu LGBT akan mendapat protes bahkan perlawanan, bukan karna diskriminatif atau menyudutkan kelompok tertentu. Akan tetapi lebih beralasan dengan menjaga moral bangsa dari kerusakan dan memelihara kebenaran universal yang selama ini diakui oleh mayoritas penduduk dunia.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Homoseksualitas
Mustofa Hasan, Beni Ahmad Saebani, 2013 Hukum Pidana Islam, Bandung: Pustaka Setia.
Maria Farida Indriati S, 2007, ilmu per-undang-undangan, Yogyakarta: kanisius.
Kutbuddin Aibak, 2009, fiqh kontemporer, surabaya: eL-KAF.
- Quraish Shihab, 2002, Tafsir Al-Mishbah, pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an, Vol. 7, jakarta: lentera hati.
- Quraish Shihab, 2002, Tafsir Al-Mishbah, pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an, Vol. 10, jakarta: lentera hati.
Abdel wahab Bouhdiba, 2004, Sexuaity In Islam, Yogyakarta: Alenia.
- Quraish Shihab, 2002, Tafsir Al-Mishbah, pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an, Vol. 6, jakarta: lentera hati.
Suparman Usman, 2001, Hukum Islam, jakarta: gaya media pratama,.
Al-Ghazali, 2003, amr ma’ruf nahi munkar, terjemahan Muhammad Bagir, Bandung: karisma.
[1] https://id.wikipedia.org/wiki/Homoseksualitas
[2] Mustofa Hasan, Beni Ahmad Saebani, Hukum Pidana Islam, Pustaka Setia, Bandung, 2013, Hlm. 313.
[3] Maria Farida Indriati S, ilmu per-undang-undangan, kanisius, Yogyakarta, 2007, Hlm. 18.
[4] Kutbuddin Aibak, fiqh kontemporer, eL-KAF, surabaya, 2009, Hlm. 111.
[5] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an, Vol. 7, jakarta, 2002, Hlm. 289.
[6] http://lifestyle.sindonews.com/read/1082855/166/daftar-negara-yang-melegalkan-pernikahan-sejenis-dan-lgbt-1454594358
[7] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an, Vol. 10, jakarta, 2002, Hlm. 120.
[8] Ibid. Hlm. 121.
[9] Abdel wahab Bouhdiba, Sexuaity In Islam, Alenia, Yogyakarta, 2004. Hlm. 65.
[10] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an, Vol. 6, jakarta, 2002, Hlm. 313.
[11] Suparman Usman, Hukum Islam, jakarta, gaya media pratama, 2001, Hlm. 85.
[12] Al-Ghazali, amr ma’ruf nahi munkar, terjemahan Muhammad Bagir, Bandung, 2003, Hlm. 14-15.
[13] Ibid. Hlm. 32.